Aku Memilih Berpisah




Tepatnya tahun 2000. Selepas Aku menamatkan pendidikan sekolah dasar, ayah mengantarkanku untuk melanjutkan studi ke pesantren yang merupakan sekolah pilihanku. Banyak alasan mengapa Aku ingin masuk pesantren. Namun, dari sekian banyak alasan itu, tak ada niatku untuk menjadi seorang mubaligh atau menjadi seorang ustaz. Alasan yang mendasar adalah Aku ingin jauh dari ayahandaku. Bagi anak seusiaku, alasan itu mungkin terlalu beresiko, karena Aku benar-benar masih kecil. Namun, karena tipikal dan karakter ayahku yang keras, maka resiko itu Aku anggap bukan masalah besar. Ayahku memang teramat keras orangnya dan teramat kasar caranya mendidiknya. Setidaknya begitulah pendapatku waktu itu. Tak jarang Aku dipukul tangan oleh ayah karena hal-hal kecil. Aku masih ingat kala itu, ia meminta untuk mengambil sepotong kayu sebagai pengganjal pintu jendela. Begitu Aku ambil sepotong kayu yang dia pinta, tanpa alasan yang jelas, tangannya langsung meluncur ke pipiku. Alasannya sangat sederhana, katanya kayu itu terlalu kecil untuk mengganjal sebuah jendela yang besar. Untung ada abangku, Suparman. Ia langsung mengingatkan ayah untuk tidak memukulku. “Jangan dipukul terus beliau, Yah. Dia sudah capek bekerja!”. Begitu kalimat bang Parman terngiang di telingaku.
Layaknya anak-anak di kampung, Aku pun tak memiliki waktu yang banyak untuk bermain. Sepulang sekolah, aku disuruh ke ladang, membantu ayah dan ibu di sana. Benar-benar jauh aku dari dunia anak-anak. Aku benar-benar kehilangan duniaku. Ayah memang keras, teramat keras. Itu saja yang ada dalam pikiranku setiap saat, setiap waktu. Akupun memutuskan untuk berpisah dari ayah dan ibuku. Selasa pagi, bulan Agustus tahun 2000 Akupun di antar ke pesantren. Pesantren itu bernama Khalid bin Walid. Dipimpin oleh seorang Buya yang karismatik, namanya Arab. Setidaknya, dari sinilah Aku megoreskan sejarah hidupku. Disini, Aku berjumpa dengan orang-orang yang sangat istimewa dengan sikap dan karakter yang membuatku bahagia. Dan di pesantren ini juga aku menemukan, betapa perbuatan ayah padaku sewaktu kecil, bukanlah tindakan kasar, tapi betul-betul apa yang ia lakukan adalah cara yang terbaik untuk mendidik anak yang memiliki karakter dan sikap seperti Aku.

Comments