Tepak Makan Sirih Melayu |
Menurut aturannya, tepak Melayu memiliki bagian kepala atau haluan atau muka, dan bagian belakang atau buritan. Pinang diletakkan di bagian paling muka atau di haluan tepak. Tampuk daun sirih yang disisipkan dalam tepak harus dihadapkan ke haluan tepak. Haluan pula lah yang dihadapkan atau disorongkan pada lawan bicara. Kupuran (tempat kapur) diletakkan paling depan, setelah itu copuk tempat gambir, dan terakhir copuk tempat tembakau pedas (tembakau kampung; tembakau biso; tembakau sugi).
Tepak yang lengkap dengan isi serta dibalut pula dengan kain, disebut sótepak (satu tepak; setepak) atau tepak nón sobuah (tepak yang sebuah). Tepak yang digunakan dalam acara adat harus lengkap dan tidak boleh kurang isinya. Perangkat dan perkakas isi tepak, adalah sebagai berikut;
1. kupuran sebuah
2. copuk tempat gambir sebuah
3. copuk tempat tembakau sebuah
4. pinang bókacik (pinang berkacip) seukuran untuk dikunyah-kunyah (belah kecil-kecil) diletakkan dalam bilik tempat pinang
5. satu susun daun sirih diselipkan di bilik kurung atau bilik sirih
Tepak Melayu terdiri atas beberapa jenis, sesuai dengan gunanya masing-masing. Bagian-bagian konstruksi tepak, adalah sebagai berikut;
1. alas atau lantai bagian bawah tepak. Ada tepak yang berlantai dua tingkat.
2. dinding tepak.
3. dinding pembagi ruang tepak. Ada yang dibagi menjadi empat ruang, dibagi memanjang menjadi dua ruang, dan ada tepak yang tidak dibagi, disebut tepak sóruang (tepak seruang).
4. kurungan untuk menyelipkan daun sirih.
5. tempat untuk menyelipkan kacip pinang
6. bonduo tepak (bendul tepak)
7. pólarian tepak (pelarian tepak)
8. gadu tepak (dagu tepak)
9. kaki tepak
10. roda
11. kain pembalut tepak, bungkus tepak, atau sampuo tepak (sampul tepak)
Ada enam jenis tepak yang biasa dipakai orang Melayu, yakni;
1. tepak sorong; berbentuk persegi empat memanjang. Semakin ke atas semakin melebar. Ada yang berdinding kurung dan ada pula yang berbilik. Ada yang berkaki empat dan ada pula yang beroda pada kakinya. Oleh sebab beroda itu maka disebut tepak sorong, sehingga disebut orang dalam ungkapan; lai bólonda, bóaluo, bokoturutan (ada berbekas, beralur, dan berikutan), itu ti aluran nón kan dituruik, atak atuó nón kan dipakai (itulah alur yang akan diturut, tata aturan yang akan dipakai).
2. tepak layang; bentuknya sama persis dengan tepak sorong. Bedanya hanya, tepak layang tidak beroda. Gunanya untuk dipótedangkan (diperlihatkan) atau dijamukan untuk orang yang banyak hadir pada saat itu.
3. tepak pónyapó (tepak penyapa); ukurannya agak kecil atau menengah apabila dibandingkan dengan tepak sorong. Juga berkaki empat dan tidak beroda.
4. tepak pólembang (tepak palembang; tepak rupa lembang); bentuknya persegi empat, semakin ke bawah semakin belebar, dan terbuat dari kayu. Ukurannya lebih besar dan lebih tinggi dibanding tepak sorong. Disebut juga dengan nama tepak tandó (tepak tanda), karena digunakan untuk meletakkan emas tanda pada acara nikah kawin. Apabila tidak ada tanda di dalamnya, maka tidak bisa disebut tepak tandó, akan tetapi disebut tepak pólembang. Namu pólembang berasal dari kata rupó (rupa) + lembang (luas), sehingga disebutlah rupólembang, karena rupa bentuknya lembang di bagian bawah, hingga akhirnya menjadi pólembang. Dengan demikian, bukanlah berarti tepak ini berasal dari Palembang.
5. tepak kóminan (tepak mainan); tepak ukuran kecil. Copuk dan kupurannya juga kecil, sanggam dengan ukura n tepaknya.
6. tepak kotó (tepak kota); tepak berbentuk seperti kota bótólengkat (bertingkat-tingkat), bagai benteng tinggi berlapis-lapis. Ada yang bertingkat tiga, lima, tujuh, hingga tingkat sembilan, sesuai dengan keperluannya dan strata penggunanya. Biasanya terbuat dari kayu. Digunakan untuk makan sirih orang sekampung senegeri.
Ukuran tepak terbagi menjadi empat jenis, yakni;
1. tepak godang (tepak besar) atau tepak induk; ukurannya jarang melebihi dua jengkal lelaki dewasa.
2. tepak mónongah (tepak menengah); ukuran yang paling panjang sekitar satu jengkal satu jari, atau lebih sedikit dari itu.
3. tepak kocik (tepak kecil); ukurannya kurang dari sejengkal
4. tepak kóminan (tepak mainan); berukuran sejari, atau lebih kecil dari itu.
Pada masa lalu, tepak datuk dan tepak urang sómondó (orang semenda) dan tepak yang dipakai kaum sokó memiliki ciri-ciri dan tanda-tanda. Sekarang tidak lagi demikian, karena tepak sulit diperoleh, maka semua tepak dianggap sama saja, bahkan ada yang menggunakan piring sebagai ganti tepak. Tanda-tanda pembeda yang bisa dikenali antara lain;
1. ciri-ciri tepak datuk; ada bilik tempat sirih, karena datuk adalah orang yang mengurungkandangkan, dan sirihnya bersusun dua. Tepaknya berpalut kain hitam.
2. ciri-ciri tepak urang sómondó; tidak ada bilik kurung, sebagai simbol orang semenda yang mengerjakan seluruh pekerjaan; urang sómondó nón kó ayie kó darek, urang nón ilie mudiek móetongkan kójo adat. Sirihnya hanya satu susun apabila mengulurkan cakap antar sesama orang semenda, apabila bercakap dengan datuk maka yang dipakai adalah tepak datuk, sebab dia yang mengerjakan pekerjaan datuk.
3. ciri-ciri tepak kaum sokó; berlantai dua tingkat dan berbilik kurungan; kaum sokó adólah urang nón punyu rumah, dek inyó urang nón sokó atau godang, inyó godang nian dalam rumahnyo, disobuik juó tuó atau ompu. Tepak ini disebut juga tepak kaum atau tepak botinu (tepak feminim) karena lantainya dua tingkat. Bilangan dua menandakan bahwa itu adalah feminim.
Ada tepak yang bilik kurung serta lantainya bisa dibongkar pasang, agar satu tepak bisa digunakan untuk tiga keperluan, yakni bisa dijadikan tepak datuk, tepak urang sómondó, dan tepak kaum sokó
Ada tepak yang terbuat dari emas, perak, suasa, tembaga, perunggu, loyang, bahkan dari kayu atau rotan. Piring tidak boleh dipakai sebagai pengganti tepak, karena bentuknya bukan tepak (persegi empat) akan tetpi menyerupai bangun bentuk puan atau cerana. Tepak haruslah berbentuk persegi. Melambangkan rumah godang bóbonduo ompek sókoliliang (melambangkan rumah besar dengan empat bendul sekelilingnya). Tepak adalah lambang kaum laki-laki yang menyandang pusaka (gelar). Karena tepak itu lambang jantan atau laki-laki atau pusako, maka tepak boleh dipójalankan atau dipakai untuk banyak urusan. Itulah sebabnya adat Melayu di Sungai Rokan tidak menggunakan córonu (cerana). Cerana berbentuk lingkaran dan kakinya hanya satu. Cerana adalah lambang feminimisme, dan oleh sebab itu tidak boleh dipakai untuk urusan dalam adat, karena perempuan tidak untuk diperjalankan. Cerana atau puan digunakan untuk tempat makan sirih bangsawan dan raja-raja.
Bentuk tepak beradat, dindingnya semakin melebar ke atas, melambangkan besarnya hajat dan pintak pinta kepada datuknya atau kepada urang sómondó. Tepak berdinding tegak lurus bukanlah tepak untuk adat, akan tetapi tepak biasa untuk dihidangkan pada saat tamu datang ke rumah, di hari-hari biasa pula. Tepak yang berhias-hiaskan pola ragam hias, bertatah, bertoreh, dan berkerawang, melambangkan kebesaran adat dan perasaan gembira. Tepak polos tanpa hias, melambangkan kesucian hati dan ikhlas berkerelaan Tepak pólembang tidak untuk disorong-sorongkan sebagai pengantar kata. Gunanya hanya untuk menyampaikan mufakat yang telah ditetapkan oleh kedua belah pihak, dan oleh sebab itu tepak pólembang menggunakan tutup, karena mufakat itu tidak akan diubah-ubah lagi. Tepak pólembang dinamakan juga epak bosa (tepak besar), bukan karena ukurannya yang besar, akan tetapi karena besarnya putus patah mufakat yang telah diikat dan dikarang dalam janji. Lantai tepak pólembang dua tingkat, juga berisi copuk, kupuran, susun daun sirih, dan pinang berkacip. Tepak pólembang dipalut dengan kain, bahkan diletakkan di atas dulang berkaki.
Kain pembalut tepak berukuran sehasta persegi empat. Untuk membalut tepak tandó ditambah sejengkal pula. Kain warna kuning dipakai untuk membelut tepak kaum bangsawan, anak raja-raja, juga dua pihak, yakni; urang nón sóratuih atau urang nón limó puluh, sebab dua pihak ini berayah kepada pihak Sutan Mahmud. Kain hitam digunakan untuk membalut tepak datuk-datuk. Tepak yang dipakai oleh orang kebanyakan (masyarakat umum) untuk melangsungkan hajat sehari-harinya, dibalut menggunakan kain cita (kain warna-warni).
Tepak digunakan untuk menyampaikan hajat atau urusan penting, antara lain dipakai untuk;
1. dipakai untuk mengundang, menyampaikan cakap, berkhabar atau berberita kepada induk adat, kepada datuk-datuk, kepada urang sómondó, penghulu kampung, imam masjid, ninik mamak, alim ulama, orang cerdik pandai, hulubalang, kaum famili, kerabat, jiran tetangga, dan kepada orang yang patut-patut.
untuk póuluokan cakap (mengulurkan kata) atau disobuik juga móanta kató bóradat (mengantar kata beradat). Cakap dengan bertepak itu seakan-akan dapat memaksa seseorang untuk memenuhi hajat yang disampaikan oleh orang yang membawa tepak.
2. dipakai dalam kerja adat nikah kawin, mulai dari uluo jawek anta tórimu tandó, sampai acara jopuik makan (jemput makan) di rumah pihak pengantin laki-laki.
3. dipakai untuk mónyalang bidan (menjenguk bidan). Tepak dibawa oleh sang suami ketika pertama kali memberi tahu pada bidan bahwa istrinya telah berbadan dua. Disebut juga dengan istilah mómposiriehkan (mempersirihkan), yaitu membuat janji sepakat agar bidan rela dan siap sedia dijemput siang ataupun malam apabila telah tiba waktu dan masanya akan melahirkan. Sirih dalam tepak itu lebih utama dimakan oleh suami si bidan, sebagai bentuk keikhlasan dan kerelaannya atas kesepakatan tersebut.
4. dipakai dalam acara turun mandi, cocang tindiek telinga anak yang baru lahir, dan acara sunat rasul.
5. ari móratuih mómpótinggi tanah (seratus hari wafat), dan mufakat berbagi harta warisan dan nasihat menasihati setelah seratus hari wafatnya seorang yang menyandang gelar, disebut dengan istilah buek sudah kató abih (menyudahi dan menghabisi mufakat).
6. untuk keperluan kusuik kan disólosaikan (permasalahan), koruh kan dijoniehkan (perselisihan), hingga untuk menyelesaikan pujuk mómujuk mak bópulangan (perssoalan selisih bantah dalam rumah tangga).
7. untuk masuk induk, yang disebut móepó atau móncari galeh sandaran, masuk suku, atau saat menerima tamu di rumah dll.
dalam acara takbal dan nobat raja, pelantikan pucuk suku, dan pelantikan datu-datuk adat.
8. untuk menyambut tamu kebesaran atau tamu agung dll.
Tepak adalah lambang penghormatan dan kesungguhan hati.
Dipakai dalam segala urusan yang penting-penting. Boleh diperjalankan oleh siapa saja yang patut-patut bisa menjalankannya, mulai dari masyarakat biasa, datuk-datuk, hinggó kaum ibu, kecuali anak-anak. Walaupun demikian, tepak jarang diperjalankan dari rumah ke rumah pada malam ari, kecuali apabila ada keperluan khusus, penting dan mendesak.
Apabila sirih di dalam tepak sudah dimakan, atau pinang sudah digeretap, berarti undangan atau cakap telah sah diterima. Pantang mungkir atau mengelak apabila tidak ada halangan yang mustahak. Apabila dilanggar, dipercaya, air makan sirih yang telah ditelan itu bisa mendatangkan penyakit (karena ingkar janji) dan membawa tulah (karena melanggar sumpah). Seandainya ada halangan, maka orang yang menerima kata itu harus menyampaikan sebab udzurnya dengan bertepak pula. Apabila orang yang akan diundang tidak sedang di rumah, biasanya dibuatkan makan sirih sekapur kemudian ditinggalkan pada orang yang ada di rumah itu. Cara ini disebut móutu (menuju). Apabila orang yang dimaksud tersebut telah pulang ke rumahnya, tahulah dia bahwa tadi ada orang yang datang mengantar kata undangan dengan membawa tepak makan sirih.
*** Bagian yang belum dialihaksarakan dari bahasa Melayu Sungai Rokan ke bahasa Indonesia;
Caró tepak mónepak
Kain pómbaluik tepak biasónyo dibuek ukurannyo sóetó pósogi ompek. Untuk pómbaluik tepak tandó sóetó tambah sójongka. Kain pómbaluik ronu kuniang untuk kaum bansówan dan anak rajó-rajó, bulieh dipakai urang nón sóratuih atau urang nón limó puluh, dek urang tu bóayah kó Sutan Mahmud. Kain pómbaluik ronu itam digunukan dek datuk-datuk. Tepak yang dipakai dek urang kóbanyakan untuk mólansongkan ajat sóari-ari mónggunókan kain cita.
Untuk mómbaluik tepak lai duó caro, potamu paluik tepak mómulai kojó, kan koduó paluik tepak mónjalankan kojó;
Paluik mómulai kójo.
1. paluik tepak dibontangkan dengan arah mónyerong, lotakkan tepak di tongah-tongah, bagian bólakang tepak móadok kó urang nón mómbaluik tepak
2. ujong kain bagian bólakang tepak dilipek kó dopan tepak
ujong kain di bagian kanan dilipek kó kiri, sudah itu dipapakkan dirapikan kó dindiang tepak
3. ujong kain di bagian kiri dilipek kó kanan, ujongnyo disurukkan kó bawah tepak
4. ujong kain di bagian mukó tepak dilipek kó bólakang, sudah itu disurukkan dalam lipek kain kósadónyo
Paluik mónjalankan kojó.
1. paluik tepak dibontangkan dengan arah mónyerong, lotakkan tepak di tongah-tongah, bagian mukó tepak móadok kó urang nón mómbaluik tepak
2. ujong kain di bagian bólakang tepak dilipek kó dopan tepak
ujong kain di bagian kanan dilipek kó kiri, sudah itu dipapakkan dirapikan kó dindiang tepak
3. ujong kain di bagian kiri dilipek kó kanan, ujongnyo disurukkan kó bawah tepak
4. ujong kain di bagian mukó tepak dilipek kó bólakang, sudah itu dipurukkan bagian tongahnyo dalam lipek kain, ujong kain dijuluokan, disobuik juó paluik bópuncó
Bóbórapó caró mómbao dan mónjalankan tepak, antaró lain;
1. nón kan diadokkan atau disorongkan kó kawan bócakap adólah mukó tepak, indó bulieh tóbaliek
2. caró mómbao tepak ditatang hati-hati mónggunukan duó bolah tangan. Adabnyo samu dengan adok kó hidangan makan dek isinyo kan untuk dimakan
3. kotu dibaok turun kó tanah, atau kan dibaok kó hadapan datuk atau urang sómondó, harus dibungkuih elok-elok dengan kain, dipangku dengan tangan kanan, atau dikopik
4. kalau kan diangkuik kó tompek nón jauh, biasónyo tepak diambin, posisi lotak tepak jangan diambin di bawah kótiak, tapi dibuek kó hadapan
5. nón tidó bulieh dibuek adólah moensó-enso sambie mómbao tepak, walaupun bokeh urang nón kan diuluokan cakap tu dokek, dek nón móensó tu urang sakik te nyo. Indó bulieh mórangkak-rangkak, dek nón mórangkak kó hewan bókaki ompek. Dibuliehkan bókisa bokeh duduk, atau togaklah lobieh dahulu, lalu dapekkan urang nón kan diuluokan cakap. Lah duduk dengan soeloknyo, barulah tepak dipójalankan
6. caró mómogang tepak kotu nak mónyampaikan cakap, ondaklah dipangku dengan tangan kanan, sodangkan tangan kiri mómbantu untuk mak dapek duduk sóeloknyo. Sudah tu tepak dilabakkan dengan kóduo bolah tangan. Bisa langsong dilabakkan di mukó, atau labakkan dolu di sampiang kiri, sudah tu bósalam dengan datuk atau urang di kiri kanan datuk, lalu tepak dilotakkan elok-elok di mukó, lalu bósalam baliek dengan datuk. Bisa juó tepak ditatang dengan duó bolah tangan, kolo lah sudah duduk sóeloknyo barulah tepak dilabakkan di mukó
7. kalau lah sudah kórojo móantakan cakap, tepak dipaluik elok-elok, kómudian dipangku dengan tangan kanan, lalu togaklah dibantu dengan tangan kiri. Lah togak sóeloknyo, tapak tangan kiri mómogang bagian ateh tepak
8. caró mónjalankan tepak antaró duó urang sómondó. Sómondó A duduk bósimpuh sóeloknyo, tepak dilabakkan kó mukó, sósudah bósalam barulah sampuó tepak dibukak. Sómondó B mómbukak sampuó tepaknyo puló nón lah dilotakkan sóbolah kirinyó. Sósudah itu tepaknyo dilotakkan sanggam serong di hadapan tepak si A, salam diuluokan kó si B. Si A mónyorongkan tepak lalu bókato “ikó makan sirieh kitó Tuó Sómondó”. Si B móuluokan salam puló, mónyorongkan tepaknyo sanggam di sampiang kanan tepak si B, lalu bócakap “ikó puló makan sirieh kitó Tuó Sómondó. Si A bósalam sókali lai dan mulailah mómbukak cakap. kolo si B nak mónjawab cakap si A, inyo harus bósalam tólobieh dahulu. Betulah antaró kóduó urang tu gógantian bósalam kolo nak bócakap. Indó lai sorong-mónyorong tepak sudah sorong nón sókali taden. kolo nak bócakap, lotakkan ujong jari-jari tangan di ateh tepak, atau pogang bibie tepak, lalu bócakaplah
9. caró móngisa tepak; tangan kanan mómogang bibie tepak sóbolah kiri, dan tangan kiri mómogang bibie tepak sóbolah kanan, sudah itu tepak diangkek, barulah dikisa
kótu tepak indó sodang dipójalankan, tepak harus bópaluik dan dilotakkan sóbolah kiri agak kó mukó
10. kalau datang móuluokan cakap dengan tepak pólembang, tepak sorong dilotakkan di mukó, dan tepak pólembang dilotakkan di sóbolah kiri mukó
11. kalau datang bótepak nak mómbukak cakap, dan olun lai kórojo nón dijalankan, puncó tepak disolekkan kósadónyo, dan lipeknyo diarahkan kó bagian bólakang tepak. kolo lah mónjalankan kórojo bóradat, tepaknyó harus bópuncó
12. mómpótedangkan adólah móadokkan dan mómpóliekkan tepak mónggunukan tangan kanan atau kóduo bolah tangan kópadó hadirin. Tepak diarahkan kó mukó tólobieh dahulu, sudah itu diarahkan kó kanan, tórahir arah kó urang sóbolah kiri
móngopik tepak dilakukan dengan caró mólotakkan tapak tangan kanan kó bawah lantai tepak, sudah itu tepak dilokokkan kó badan, tapak tangan kiri dilotakkan di ateh tepak
13. mónatang tepak dilakukan dengan caró móangkek tepak dengan duó bolah tangan, tapi indó dilokokkan kó badan
Comments
Post a Comment