- Get link
- X
- Other Apps
Foto Tuanku Tambusai |
Local Wisdom dalam Pertumbuhan dan Penyelenggaraan Administrasi Pemerintah Desa. Di FISIP Universitas Riau
Junaidi Syam
Pekanbaru, 7 Desember 2013
Geneologi 'pemimpin 'berasal dari gabungan prefik 'pe' + 'pimpin'. Diksi pimpin dalam bahasa Melayu merupakan bentuk 'kata kerja' merujuk pada aktifitas 'menolong seseorang yang lemah kondisinya (tua, renta, sakit dll) dengan cara diraih tangannya, kemudian dibantu agar 'si lemah' tersebut dapat memenuhi kebutuhannya dan mampu menjalankan aktifitasnya.
pimpin. I.Leading by the hand ; conducting. Pĕmimpin: guide or mentor. Mĕmimpinkan tangan tuan putĕri; leading the princess by the hand (Wilkinson 1932;269)
Istilah halus untuk menyebutkan seseorang yang bersedia membantu orang lemah (udzur), orang yang tidak tahu (do’if), dan orang yang minta tolong (miskin papa). Kerja memimpin bisa dilakukan oleh siapapun dengan syaratmau bersabar , ikhlas, lembut, dan kasih sayang
Bicara tentang 'si lemah' dalam konsep 'negara' atau 'kerajaan' kita akan segera menuju pada diksi 'masyarakat'. Tepat kiranya jika bantuan 'pimpin' itu berlaku 'harus' untuk rakyat kecil, rakyat jelata, rakyat yang hamba, kaum awam (karena lemah pengetahuan), bawahan, anak buah atau anak rateh dll.
Dalam struktur bahas aMelayu, imbuhan 'pe' atau 'po' yang disandangkan pada diksi 'pimpin' (pemimpin atau pomimpin) bermakna; orang yang mempunyai sifat 'suka' dalam hal suka menolong (soal kesulitan), suka membantu (soal dukungan moril dan materil), suka memberi petunjuk (soal ilmu pengetahuan). Kita bisa bandingkan dengan kata'poikan' (suka mencari ikan atau suka makan ikan), 'poabah' (suka dan selalu ingin dekat dengan ayahnya), 'pokaum' (suka berkaum dan bersanak saudara), 'podagang' atau 'pedagang' (suka bepergian mencari nafkah, atau pengembara), 'pongamok' atau 'pengamuk' (suka marah dan meradang) dll. Silahkan padankan sendiri dengan diksi-diksi lain yang semisal, akan ditemukan makna 'suka' di dalamnya.
Dalam konteks sosial, ada istilah 'pemimpin orang banyak'; istilah umum untuk menyebutkan jabatan pangkat khusus yang disandang oleh seseorang, misalnya; penghulu, datuk, ninik mamak, panglima, ketua, pengetua, induk semang, tuan guru dll.
Harus difahami bahwa tidaklah kemudian setiap individu mampu menjadi pemimpin orang banyak. Sama halnya, tidaklah semua orang berkuasa mampu menjadi memimpin di wilayah kekuasaannya dengan baik. Namun, jika kita kembalikan ke aras yang paling dasar, seorang individu diharuskan mampu menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri, kemudian meningkat 'harus mampu memimpin rumah tangganya, meningkat pula 'mampu menjadi pemimpin di lingkungan tempat tinggalnya' (bertetangga), kemudian naik lagi setingkat' mampu menjadi pemimpin dalam kaum keluarga', demikianlah terus ke atas dan akhirnya mampu memimpin dalam skala khusus, semisal jadi pemimpin umat (ulama), pemimpin kampung (peghulu), pemimpin adat (datuk), pemimpin perang (panglima), pemimpin jamaah haji (amir haji) dll.
Untuk memikul tugas pemimpin orang banyak tentulah ada standar baku yang dijadikan panduan ataupun bandingan-bandigannya. Orang Melayu memiliki beberapa kriteria untuk itu, antara lain;
1. Dipilih dan ditunjuk oleh bersebanyak orang. Menurut syaratnya,pantang mengajukan diri jadi pemimpin, jika mau memperhatikan hikmah dari hadis berikut; Janganlah engkau meminta kekuasaan, karena jika engkau diberi karena permintaan, engkau akan dibiarkan sendiri. Namun jika engkau diberi kekuasaan tak atas dasar permintaan, maka engkau akan diberi pertolongan dalam menunaikannya. (Nasai 5289)Wahai Abdurrahman bin Samurah, janganlah kamu minta jabatan, sesungguhnya jika kamu memperolehnya dari meminta maka kamu akan menjadi lemah binasa karenanya, dan jika kamu diberikan jabatan tanpa memintanya maka kamu akan mendapat pertolongan. (HR. Bukhari 6622, Muslim 1652) Tentang Yusuf AS yang meminta pada raja menjadi bendhara kerajaan adalah karena perintah Allah SWT atas seorang nabi untuk menunjukkan keadilan pada saudara-saudara yang telah membuangnya.حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ آدَمَ بْنِ سُلَيْمَانَ عَنْ ابْنِ الْمُبَارَكِ عَنْ ابْنِ أَبِي ذِئْبٍ عَنْ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَعَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّكُمْ سَتَحْرِصُونَ عَلَى الْإِمَارَةِ وَإِنَّهَا سَتَكُونُ نَدَامَةً وَحَسْرَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَنِعْمَتِ الْمُرْضِعَةُ وَبِئْسَتِ الْفَاطِمَةُKalian akan berambisi untuk mendapatkan kekuasaan, padahal ia akan menjadi penyesalan & kerugian pada hari kiamat. Betapa nikmatnya saat menyusu & betapa susahnya saat disapih. [HR. Nasai No.5290].Ambillah hikmahnya, jangan perdebatkan teksnya, karena hikmah lebih berfaedah dibandingkan mempersoalkan makna tekstual. Soal ini akan mirip dengan ungkapan; jangan memuji diri sendiri, biarlah orang yang menyampaikannya saat kamu tiadk hadir.2. Ada orang banyak atau sekumpulan orang yang akan dipimpinnya, sehingga pantang mendahulukan kepentingan untuk diri sendiri. Fungsinya hanya untuk orang yang dipimpinnya, sebagaimana azas dasar kata 'pimpin' adalah untuk menolong atau membantu3. Ada wilayah tempat memimpin. Pantang memimpin di wilayah orang lain, sesuai dengan azas syariat Islam menyebutkan; setiap raja mempunyai wilayahnya masing-masing dengan hukum yang khas di wilayahnya itu;Sesungguhnya yang halal itu nyata dan yang haram itu nyata pula, dan antara keduanya (halal dan haram) terdapat hal-hal yang diragukan (syubhat), banyak orang yang tidak mengetahuinya. Maka barang siapa menghindari syubhat, berarti ia telah menjaga agama dan kehormatannya. Dan barang siapa yang terjatuh ke dalam hal-hal syubhat, niscaya ia terjatuh ke dalam hal yang diharamkan. Perumpamaannya bagaikan seorang penggembala yang menggembala (gembalaannya) di sekitar wilayah larangan, tak lama lagi gembalaannya akan memasuki wilayah itu. Ketahuilah, bahwa setiap raja memiliki wilayah larangan. Ketahuilah, bahwa wilayah larangan Allah adalah hal-hal yang Ia haramkan. Ketahuilah, bahwa di dalam tubuh manusia terdapat segumpal daging (jantung), bila ia baik niscaya seluruh jasad (raga) akan baik, dan bila ia rusak, niscaya seluruh jasad akan rusak pula. Ketahuilah, segumpal daging itu ialah jantung. (HR. al-Bukhari dan Muslim).4. Memakai ukuran patut dan pantas untuk menjadi pemimpin. Pantang'menghejan tuah' atau memaksa diri menjadi pemimpin sebab seorang pemimpin memang dilahirkan, bukan hanya sekedar ditunjuk-tunjuk sedemikian saja, tidak asal-asal tunjuk, apalagi asal-asalan menunjuk-nunjuk diri untuk ditunjuk oleh orang banyak sebagai pemimpin5. Bertanggung jawab dan dipercayai. Pantang berbalik belakang atau mengkhianati orang-orang yang dipimpinnya, seolah dia menjerumuskan masyarakatnya ke dalam jurang
Kata kunci untuk pemimpin dalam konsep Melayu adalah soal 'martabat'; 1)sadar akan martabatdiri, 2)mengetahui martabat memimpin, 3)menjaga martabat orang lain,4)mempertahankan martabat wilayah.
Martabat berasal dari serapan bahasa Arab; رٌتْبَةٌ - مَرْتَبَةٌ : pangkat, derjat, مُرَتَّبٌ : yang tertertib,berperaturan (Marbawi 225)
Martabat pemimpinMelayu ada dalam ungkapan;
didahulukan selangkahDilebihkan sehariDilebarkan setapak tanganditinggikan serantingdilebihkan sebenang
Maknanya; meskipun dilebihkan dari orang banyak, namun kelebihan itu tidaklah bergestalt, hanya beda tipis. Jika sudah tahu demikian, hendaklah seorang pemimpin menyadari bahwa posisi yang dimilikinya hanyalah soal kepercayaan yang dianugerahkan oleh masyarakat/publik. Yang terakhir ini terkait soal martabat diri seorang pemimpin. Jika sudah memahami hakikat tersebut, maka tiadalah pemimpin itu merasa bangga dan besar kepala, juga tak perlu angkuh-sombong. Kasihannya, yang paling banyak angkuh dan sombong adalah para pendukung-pendukungnya.
Jika kita melirik pada konteks 'kekuasaan' dalam peradaban Melayu, tentunya akan muncul satu pertanyaan "Apakah raja seorang pemimpin?". Jawabnya; Raja bukanlah pemimpin, akan tetapi orang yang punya kuasa 'titah' dan 'daulat'. Mengapa demikian? Untuk menjawab ini, kita perlu menggunakan instrumen khazanah budaya Melayu pula, yakni; jawabnya ada dalam petatah petitih Melayu yang sama-samakita kenal;
Raja di adatkanDikurungkandangkan olehninik mamakRaja adil raja disembahRaja zholim rajadisanggah
Apa maksudnya?; raja diadatkan adalah untuk menyebutkan bahwa raja yang bangsawan dan berdaulat diurus dan dipelihara oleh datuk-datuk adat, artinya; raja adalah orang yang diagungkan dan dibesarkan dalam bingkai kemegahan kekuasaan adat dan kedaulatan rakyatnya. Raja diasuh sedemikian rupa oleh semua orang dalam negeri, dan tentunya posisi ini mirip 'anak yang disayangi'. Mengapa demikian?; karena dalam konsep Melayu, yang dibutuhkan adalah 'daulat semata-mata'. Oleh sebab itu ada raja yang tidak tahan sembah, sehingga dia sakit atau meninggal dunia karena tidak layak disembah oleh rakyatnya. Raja tak tahan sembah ini adalah raja yang tidak berdarah gahara, dan yang tidak gahara itu otomatis tidak 'berdaulat' meskipun ada darah raja mengalir dalam tubuhnya. Demikianlah konsep raja dan daulatnya dalam falsafah bangsa Melayu.
Soal sembah menyembah raja bagaimana pula? Apakah perilaku menyembah itu sesuai dengan konsep Islam? Sedangkan yang wajib disembah hanya Allah SWT! Baiklah, ini adalah persoalan adat yang selalu dibicarakan, dan jawabannya adalah; bukan batang tubuh raja itu yang disembah atau diagungkan, akan tetapi 'daulat' (rahmat adil Allah SWT) pada raja itulah yang disembah. Bangsa Melayu meyakini bahwa 'daulat' merupakan anugerah Allah SWT kepada hamba-hambanya di suatu wilayah atau negeri. Raja-raja berdaulat ini diyakini mempunyai alur jalur garis keturunan dari para nabi-nabi keturunan anak cucu Adam AS yang mulia, yakni Syis AS. Oleh sebab itu orang Melayu menyebut raja mereka 'dzilullah fil'alam' (bayangan Allah di muka bumi/alam). Maka sebab itu para keturuna Rosulullah SAW yang bergelar Sayid atau Syarif bisa dirajakan. Inilah perkara adat yang hampir selalu luput dari perhatian dan lepas dari pengamatan orang kontemporer.
Lantas, bagaimana dengan raja-raja Melayu hari ini?; persoalannya adalah, mereka sudah menikah campur baur dengan bangsa-bangsa biasa, sehingga kegaharaannya pudar, dan tentunya kelangsungan adat tidak lagi terjamin. Lihatlah dalam sejarah Melayu kita, bahwa kekacauan dalam negeri muncul karena banyaknya keturunan raja yang tidak gahara megambil alih posisi kepemimpinan. Kahancuran negara kerajaan adalah sebab perebutan kekuasaan oleh bangsawan-bangsawan yang tidak lagi gahara. Atau, Allah SWT kemudian memutus kegaharaan itu dengan cara memandulkan sang raja sehingga tidak lagi punya keturunan, dan lihatlah dalam sejarah kita bahwa setelah putus zuriat raja gahara, maka kerajaan menjadi kacau.
Tahulah kita bahwa yang disebut pemimpin itu bukan raja, namun mereka yang bekerja untuk membantu orang banyak dalam kaum, korong kampung, negeri, dan kerajaan. Siapa mereka yang disebut pemimpin itu?; yakni Datuk Bendahara yang membantu para datuk-datuk di balai kerajaan, Peghulu yang membantu masyarakat di negeri dan kampung-kampung, datuk-datuk yang membantu anak kemenakan, ninik mamak yang membantu dalam lembaga kerapatan disebabkan mereka mengetahui soal adat yang disebut juga 'tua tuah' atau 'tua adat', imam besar yang membantu umat dalam pelaksanaan ibadah dalam negeri, imam perang yang membantu para panglima dan hulubalang untuk memenangkan perang. Itulah pemimpin dalam kerajaan yang terlingkup dalam aturan adat Melayu.
Mari kita telusuri kearifan Melayu soal pemimpin, tertuang dalam neraca petatah petitih kutipan dari pak Taslim bin Faham gelar Datuk Mogek Intan dan beberapa datuk lainnya;
elok pomimpin dek mortobat (elok pemimpin karena martabat)
itulah bokeh urang banyak bósonang ati (itulah tempat orang banyak bersenang hati)
ibaratkan sóumpamu kayu godang (ibarat umpama pohon kayu besar)
kayu godang nón ditanam (kayu besar yang ditanam)
elok nón disiang (elok karena disiangi/dibersihkan pangkalnya)
godang nón dilambuk (yang besar karena digamburi tanahnya)
non bópucuk bulek bódaun mudó (yangberpucuk bulat berdaun muda)
nón bópucuk bópólopah bóurek tunggang (berpucuk berpelepah berurat tunggang)
kócambah banyak sókóliliang (kecambah banyak di sekeliling)
batangnyo toguh dahannyo lampai (batagnya teguh dahannya lampai)
daunnyo rimbun buahnyopun lobek (daunnya rimbun buahnya pun lebat)
ureknyo bokeh bóseló (uratnya tempat bersila)
batangnyo bokeh bósanda (batangnya tempat bersandar)
dahannyo bokeh bógantong (dahannya tempat bergantung)
bokeh bótoduh ukotu paneh (tempat berteduh diwaktu panas)
bokeh bólindong ukotu ujan (tempat berlindung diwaktu hujan)
sókiró patah tumbuh (sekira patah, ia tumbuh)
sókiró hilang lai bóganti (sekiranya hilang, akan berganti)
ditontukan cucuo ayie geleng tanahnyo (ditetukan cucur air geleng tanahnya)
bókócucuran bókóturunan (berzuriat berketurunan)
nón sonik bógelekan (kecil digilir)
nón godang bólegakan (besar dipergantikan)
olah tuó di adat lómagó (sudah tua di adat dan lembaga)
olah tuó di sokó dengan pusakó (sudah tua di saka dan pusaka)
olah tuó di ereng dengan gendeng (sudah tua di hereng dan gendeng)
olah tuó di pogang dengan pakai (sudah tua di pegang dan pakai)
olah tuó dipantang dengan larang (sudah tua dipantang dengan larang)
olah tuó di sopan dengan santun (sudah tua di sopan dengan santun)
olah tuó di aluo anak kómónakan (sudah tua di alur anak kemenakan)
mómakai sópanjang adat (memakai sepanjang adat)
mónuruik sópanjang aluo bokeh nón patuik (menurut sepanjang alur yang patut)
bóadat istiadat di korong dengan kampong (beradat istiadat di halaman & kampung)
di luhak dengan nógori (di luhak dan negeri)
nak tahan togak di aruih (hendaklah tahan tegak di arus)
Siang moncolo-colo (siang memperhatikan)
Malam mondonga-donga (malam mendengar kabarberita)
tau di dolu dengan kodian (tahu mana yang didahulukan dan yang dikemudiankan)
tau di asal dengan usul (tahu asal dan usul)
tau móngaji nón tidó tampak (tahu mengkaji yang tiada nampak)
bisa mómbontangkan barang nón nyató (bisa membentangkan hal yang tiada nyata)
tau di gorak dengan gorik (tahu pada gerak dan gerik)
nak kuat di rasó dengan póresó (tahu rasa dan periksa)
bokeh urang banyak bósótolongan (tempat masyarakat bersetolongan)
bokeh urang banyak kan móngadu (tempat masyarakat mengadukan masalahnya)
tumbuh kusuik kan disólosaikan (tempat kusut kan diselesaikan)
tumbuh koruh kan dijoniehkan (tempat keruh kan dijernihkan)
silang sengketo kan didamaikan (silang sengketa kan didamaikan)
ibu bapak dimuliókan (ibu bapak dimuliakannya)
urang tuó dihormati (orang tua dihormatinya)
samu godang dipókawan (sesama sebaya dibawa berkawan)
urang mudó dikasihi (yang muda dikasihi)
urang sonik disayangi (yang kecil disayangi)
urang nón tidó disantuni (orang tak berpunya disantuni)
kaum pómili didokoti (kaum famili didekati)
jiran tetangga di dalam hati (jiran tetangga di dalam hati)
urang sókampong sónógori dalam póratian (orang sekampung senegeri jadi perhatian)
kayó munskin disamukan (kaya miskin disamakan)
salangkan lawan lai dido’akan (sedangkan lawan dido'akan)
apolagi kórabat handai taulan (apalagi kerabat dan handai taulan)
elok ramah tamahnyo (elok ramah tamahnya)
elok toguo sapónyo (elok tegur sapanya)
elok golak sonyumnyo (elok gelak senyumnya)
elok sopan santunnyo (elok sopan santunya)
elok budi bahasónyo (elok budi bahasanya)
elok laku langkahnyo (elok laku langkahnya)
elok duduk togaknyo (elok duduk tegaknya)
elok tindak tanduknyo (elok tidnak tanduknya)
elok adat istiadatnyo (elok adat istiadatnya)
elok rupó tompannyo (elok rupa tampannya)
elok puló suri tauladannyo (elok pula suri tauldannya)
gopuk indó mómbuang lomak (gemuk tidak membuang lemak)
codiek indó mómbuang kaum (cerdik tidak membuang kaum/orang banyak)
nak topek sukek dengan gantangnyo (hendaklah bijak dan adil)
sobob mómimpin bukanlah bak móngisa kain dipinggang (sebab memimpin bukan mudah bagai mengisar kain di pinggang)
indó sómudah mómbaliek tólapak tangan (tidak semudah membalik telapak tangan)
kok tidó tóturuik di pantang larang (andai tidak mampu menjaga pantang dan larang)
sólamu iduik diupek urang (selama hidupnya akan diumpat orang)
bokeh urang banyak mintó pónapek (tempat masyarakat meminta pendapat)
Pertanda pemimpin bermartabat, hendaklah mencukupi syarat ilmu dan kemampuan pada dirinya, antara lain sebagai berikut;
alang codiek binasó adat (tanggung cerdik, binasa adat/pemerintahan)alang alim binasó agamó (tanggung alim binasa agama)alang pandai binasó kórojó (tanggung pandai binasa kerja)alang tukang binaso kayu (tanggung bertukang binasa kayu)alat kurang, kórojó kórangkaan (alat kurang penyebab kerja terbengkalai)
Dari petatah petitih tersebut akan nampak sosok yang bisa dijadikan pemimpin baik dari segi kemampuan berfikir, kealiman,keahlian, dan instrumen untuk memimpin yang dimiliki. Untuk memahami ungkapan-ungkapan Melayu itu memang perlu penjelasan detail lebih lanjut, namun pada kesempatan ini saya menunda penjelasan itu untuk sementara ini.
Pantangan seorang yang sedang memimpin, tertuangpula dalam petatah petitih Melayu, yang bisa menyebabkan dia diturunkan ataudiganti dengan yang lain, antara lain;
- tólicak bonang arang, itam tapak (terpijak di benang arang, hitam tapak atauterpijak di parit arang hitam tapak); kedapatan mencuri di rumah (kantor), di tanah (dalam bisnis dan usaha), atau dengan cara sembunyi-sembunyi (korupsi)
- tójuak di galah panjang, nampak tóugah-ugahnyo; mengunjungi perempuan lain yang bukan istrinya untuk berbuat maksiat, dengan istri orang, gadis, janda, atau janda talak tiganya
- tólosang di lansek masak, olun sampai tóambiek buah olah bóguguran; karena memperturutkan hawa nafsu sehingga kambuh selera muda, sehingga kenampakan mengikuti trend dan budaya populer kontemporer yang tidak jelas asal usul dan ujung pangkalnya,sebab sudah meluap-luap sehingga kerja yang tidak sononoh mulai dilakukan akibatnya nama jadi rusak dan malulah orang yang dipimpinnya (arang habis besi binasa)
- tómandi di póncuran gadiang, nampak kosan di aluo jalan, tódonga di tólingu kócibuk ayie; karena terlalu mengharapkan nama dan sanjungan maka dilakukanlah segala cara untuk mendapatkannya. Sehingga terkena oleh ungkapan; indó aluo nón dituruik (bukan aturan yang diikuti), tóturuik jalan pinteh (terikut jalan pintas/pragmatis), pótamu sosek (pertama sekali sesat), nón kan kóduó indó duduk di bokehnyo (kedua dia tidak duduk di tempat yang layak baginya)
- tócoreng arang di koniang, nampak tótempap itam; aib diri dibongkar orang setelah mendapat nama dan jabatan, sehingga malu bersua dengan orang banyak
- tópanjik sigai larangan; inses
- tókurong di biliek dalam, mómaja utang kósalahan kó rumah tutupan, dapek malu dalam tórungku; kedapatan membuat salah sehingga dihukum
- mómpótókuluk sórewa; punya anak gampang (anak diluar nikah)
Pemimpin dapat diganti karena disebabkan;
- idok mónahun, sakik nón indó mungkin kan sihat lai, disobuik urang juó idok bókatanaan; sakit menahun sehingga tidak dapar beraktifitas
- hilang indó tontu rimbónyo (hilang yang tak tahu rimbanya), indó bócakap sópatah (pergi tak menyebut arah tujuannya), pindah nón indó bósobutan (pindah tak berkhabar), koba tidó bóritó tidó (kabar berita tak terdengar lagi), surekpun tidó (sepucuk suratpun tiada), bak batu jatuh kó lubuk dalam (bagaikan batu jatuh ke lubuk yang dalam/hilang)
- ukuo sudah, janjian sampai; meninggal dunia, berpulang ke rahmatullah
Bagaimana status perempuan sebagai pemimpin? Jawabannya adalah; perempuan adalah pemimpin bagi anak-anaknya, dan bisa menjadi pemimpin bagi kaum hawa. Apakah wanita bisa menjadi pemimpin adat? Jawabanya adalah; tidak ada pemimpin adat wanita, namun wanita dilibatkan dalam prosesi adat. Alasan mengapa wanita tidak bisa dijadikan pemimpin adalah; jiwanya labil karena mereka dipengaruhi oleh siklus haid. Wanita tidak bisa menjadi imam dalam ibadah, sedangkan pemimpin Melayu mensyaratkan juga dia mampu menjuntaikan khutbah, menjadi imam sholat, dan mampu menentapkan keputusan dalam menyelesaikan masalah syariat. Dalam kondisi darurat dan bahaya, wanita kurang mampu menyikapi keadaan, padahal dalam kondisi tersebut dibutuhkan akal yang kuat dan keputusan yang tepat demi menyelamatkan banyak orang yang dipimpinnya. Wanita juga lemah mentalnya ketika sedang dalam tekanan, sehingga mudah menyerah. Berbeda dengan laki-laki yang punya sosok pemimpin, dia akan bertahan meski ditekan dan ditindas dengan kekerasan luar biasa, dan buktinya bisa kita temukan dengan mudah dalam banyak catatan-catatan sejarah.
Bagaimana tentang wanita yang diangkat menjadi raja? Jawabannya adalah; ini diperkenankan, karena raja bukan pemimpin, tapi hanya pemikul daulat. Oleh sebab itu ada beberapa raja-raja wanita yang tercatat dalam sejarah kita di Nusantara. Untuk kajian yang terakhir ini kita tangguhkan dahulu, sebab penjelasannya memerlukan data-data dan analisis yang cukup panjang. Semoga postingan ini bermanfaat bagi pemerhati kebudayaan Melayu.
Salam
Jonkobet
Pasirpengarayan, Sungai Rokan
Comments
Post a Comment