Keraguan nilai
Mendengar kata bual mungkin ada orang membayangkan sesuatu perbuatan yang kurang baik. Dari kata bual dia membayangkan pembual, yang sering disamakan dengan perbuatan yang suka berbohong. Hal itu tidak dinafikan. Jangankan kata bual,
kata-kata lain yang membayangkan perbuatan baikpun dapat
disalahgunakan. Apapun juga yang menjadi kekayaan budaya manusia,
semuanya dapat disalahgunakan. Bahkan agama Islam yang lurus, tetap
dapat diperalat oleh penguasa tagut dan orang munafik. Karena itu
benarlah ajaran Islam yang menilai setiap perbuatan berdasarkan pada
niatnya. Niat itulah yang akan menentukan tujuan, sehingga juga memberi
petunjuk pada kualitas amalnya.
Dalam
belantara budaya Melayu terutama di Riau, bual atau berbual-bual
sebenarnya semacam kontak sosial atau suatu cara (teknik) komunikasi.
Pertemuan atau kontak sosial akan menjadi lebih akrab dengan
berbual-bual. Sementara dengan berbual orang dapat menyampaikan berbagai
ide, pikiran, keinginan, bahkan penilaiannya tentang segala sesuatu
yang berlaku dalam minda masyarakatnya. Dengan demikian, sebenarnya
pergaulan hampir tak mungkin berlangsung tanpa ada komunikasi dalam
bentuk berbual. Dalam peristiwa itu mungkin tampil seorang pembual, yang
bualnya hampir tak bernilai. Jadi, pembual adalah sifat orang. Karena
itu tidak dapat dipakai untuk menilai pergaulan yang berlangsung dengan
berbual.
Arah bicara
Dalam
belantara budaya Melayu di Riau, mereka telah berbual di mana saja.
Beberapa tempat yang banyak dipakai ialah: pondok di ladang, panggung
tempat menunggu kebun, barung-barung tempat istirahat kerja di hutan, di
dapur sambil betanak menggulai dan di kedai sambil minum kopi. Berbual
di pondok, panggung dan barung-barung biasanya untuk pengisi waktu
istirahat atau bonti ponek dari bekerja. Mereka berbual mungkin sambil
makan atau mempersiapkan perkakas untuk melanjutkan pekerjaan. Karena
singkatnya waktu, maka bahan berbual biasanya terbatas pada hal-hal
ringan. Jarang sampai pada perkara penting, karena nanti dapat mendesak
waktu untuk bekerja.
Berbual
di dapur sambil betanak menggulai merupakan peristiwa yang khas untuk
kalangan perempuan Melayu. Bahan berbual di dapur sulit ditentukan
arahnya. Ada hanya bual-bual sambil bergurau agar rasa penat tak terasa.
Ada bual yang bisa terarah apabila menyangkut dara dan bahan masakan,
sehingga dapat menambah pengetahuan tentang seluk-beluk memasak yang
lebih hemat, enak dan lebih aman. Ini terjadi bila ada di antara yang
hadir di dapur, punya pengalaman dan ilmu tentang dunia masakan yang
memadai. Tapi karena sifat manusia yang sering lalai mengingat Allah
Swt, juga telah menampilkan bual yang dapat menjurus pada pergunjingan.
Meskipun arah ini belum tentu selalu dominan, tapi tentu dapat merusak
citra dan kualitas bual.
Bual kreatif
Sejak
bila kedai dikenal dalam dunia budaya Melayu di Riau, belum dapat
diketahui dengan jelas. Tapi yang dapat diketahui, kedai mencapai
kejayaannya bersamaan dengan kemakmuran petani getah atau petani karet
di Riau. Mahalnya harga getah di Riau semula dalam zaman Belanda tahun
1930-an, kemudian pada masa pemerintahan Kabinet Burhanuddin Harahap
(tokoh Masyumi) tahun 1950-an, telah membuat kedai menjadi pusat
jual-beli, yang memainkan peranan penting di perkampungan orang Melayu
di Riau. Ada hubungan berantai antara harga getah dengan kedai. Getah
yang mahal memberi peluang pada induk semang atau toke getah di
kampung-kampung untuk membuat kedai. Di kedai inilah petani getah
menjual getahnya kepada induk semangnya. Karena anak semang (petani
karet) memerlukan bahan kebutuhan sehari-hari, maka induk semang telah
mengisi kedainya dengan bermacam barang. Dengan demikian, toke getah
mendapat dua keuntungan, yaitu keuntungan dagang getah dan keuntungan
barang-barang dari kedainya. Sedangkan anak semang hanya mendapat
kemudahan menjual getah dan membeli barang kebutuhan hidupnya.
Sungguhpun
begitu, ternyata kedai tidak hanya memainkan peranan sebatas
kepentingan dagang. Kedai kemudian memainkan peranan budaya yang cukup
memadai dalam masyarakat Melayu di perkampungan sepanjang aliran sungai
terus ke muara sampai ke gugusan pulau di lautan. Kenyataan ini berlaku,
karena kedai tidak lagi sebatas tempat transaksi dagang, tetapi telah
melebar pada pergaulan dan kontak-kontak sosial yang berbagai ragam.
Kepentingan itu memang telah dipenuhi oleh kedai. Sebab kedai mengambil
tempat di tepi lebuh (jalan sepanjang kampung) pada perkampungan yang
relatif ramai atau banyak disinggahi orang lalu-lalang.
Kedai
di samping menyediakan berbagai barang, juga menyediakan hidangan kopi
dan teh serta makanan ringan misalnya pisang goreng. Kedai yang demikian
menjadi tempat yang suka disinggahi, karena orang sambil istirahat
dapat pula menikmati makanan ringan dan minuman. Keadaan ini memberi
peluang pada warga kampung untuk bertemu, bergaul dan berbual-bual.
Karena itu kedai juga telah menjadi pusat informasi. Sebab, segala
berita dan kejadian yang berlaku di kampung, bahkan juga berita di
tempat lain, dengan mudah dapat diketahui melalui kedai. Karena di kedai
selalu saja ada pengunjung yang dapat menyampaikan berita baru.
Kedai
telah menjadi medan pertemuan tidak resmi bagi para warga di
kampung-kampung orang Melayu. Di situ mereka berbual bermacam perkara,
mulai dari hal-hal biasa sampai pada masalah yang lebih penting. Mereka
berbual tentang kehidupan, terutama mengenai mata pencaharian yang
berhubungan dengan dunia perekonomian mereka. Tapi keadaan masyarakat
juga dapat jadi bahan bual mereka. Karena itu, ketika ada seseorang yang
berkualitas ikut dalam berbual, maka mereka bisa mendapat ide, gagasan
dan pikiran yang mencerahkan.
Sementara
itu bisa timbul suatu suasana yang khas di kedai. Pada suatu waktu dan
suasana yang baik, dapat muncul pembual kreatif. Dia barangkali
mula-mula berbual tentang perkara kehidupan sehari-hari yang biasa saja.
Tetapi karena dia kaya pembayangan batin, maka bualnya dapat meningkat
pada imajinatif, sehingga muncullah bentuk bual berupa kelakar yang
kreatif-imajinatif. Kelakar kreatif-imajinatif ini menimbulkan suasana
geli sehingga peserta jadi tertawa. Kelakar dalam bentuk bual kreatif
ini, sepintas lalu memang tak ada dasar logikanya. Apalagi bual kreatif
ini muncul secara spontan bahkan sebagian dapat berasal dari reaksi atau
pertanyaan hadirin di kedai itu.
Sungguhpun
begitu, kalau dapat disimak dengan pikiran yang jernih, rupanya ada
tersisip nilai-nilai yang berharga tentang peri kehidupan. Ini terjadi,
karena pembual kreatif ini sebenarnya mengambil bahan bualnya tetap
berpijak pada peristiwa kehidupan. Karena itu, bual kreatif ini di
samping dapat menyegarkan pikiran dan semangat, sebenarnya juga telah
menjadi semacam cara menyampaikan pesan-pesan yang benar. Inilah yang
terjadi dengan bual kreatif Cerita Yong Dolah di Bengkalis. Yong Dolah
adalah tokoh bual kreatif yang belum ada lagi tandingannya sampai hari
ini.***
Comments
Post a Comment