Perasapan Melayu Sungai Rokan Zaman Dulu |
Pórasapan (perasapan); wadah tempat membakar kemenyan atau setanggi. Bahwa harum-haruman melalui cara pengasapan sudah dikenal sejak 5000 tahun lalu, atau bahkan lebih. Negeri Laut Selatan, termasuk Sumatera dikenal sebagai penghasil beragam jenis kemenyan, gaharu, serta beragam getah-getah wangi yang dipakai untuk pengasapan. Cara menggunakan wadah perasapan ini adalah dengan terlebih dahulu meletakkan abu atau tanah kering di permukaannya, kemudian di atas abu tersebut diunggukkan sejumlah arang dan bara. Serpihan atau serbuk kemenyan diserakkan di atas bara tadi.
Ada yang terbuat dari gerabah, porselen, tembaga, perunggu, besi, piring, tempurung kelapa, daun pisang, upih pinang dll.
Secara umum berguna untuk mengharumkan ruangan. Salah satu tujuan khas membakar kemenyan untuk menerbitkan bau harum yang tajam dan halus aromanya. Bau kemenyan yang halus untuk mendapatkan perasaan halus dan mendatangkan yang halus-halus pula, dimaksudkan sebagai syarat pómókobul do’a (pemakbul). Tujuan khusus yang lain, untuk mengharumkan pakaian, mengharumkan benda-benda istimewa, termasuk keris. Khusus untuk senjata yang diasap menggunakan kemenyan agar mata keris itu tahan terhadap karat, sebab asap kemenyan memiliki semacam getah. Apabila bilah mata keris atau lembing diasap terus menerus, maka getah yang ada dalam asap itu akan membalut permukaan dampar senjata, sekaligus akan bersenyawa dengan racun yang sudah dibubuh pada mata senjata tersebut. Balutan getah asap tersebut akan melindungi racun senjata di sebalah bawahnya. Senjata seperti keris atau lembing tidak pernah diasah, dan akan tetap tajam. Oleh sebab itu perlu dilakukan pengasapan berkala. Dipakai untuk keperluan bósoik bósongkónu (menyeru pada petunggu-petunggu dan dewa-dewa), untuk bósoru (meminta dengan melonggakkan muka ke atas sambil membaca mantra), móhimbau (memanggil jin dengan menundukkan kepala ke bawah kemudian berbisik), kópanggie (memanggil jin, dewa dan makhluk halus tanpa mengeluarkan suara, hanya membakar kemenyan saja). Digunakan untuk hajat-hajat besar guna kepentingan orang banyak, misal; membuka rimba, membuka gelanggang, membuka pekan (pasar) atau mónyusuk kampong (mendirikan kampung baru) maka digunakan perasapan besar. Perasapan kecil digunakan untuk acara do’a bersama saat kenduri dalam rumah, atau berdo’a sendiri-sendiri. Apabila pekerjaan telah selesai maka api dalam perasapan kecil dimatikan. Perasapan berukuran menengah digunakan untuk hajat sederhana di luar rumah atau di tanah, misal; ketika mendirikan rumah, ketikan membuat ladang atau ketika melaksanakan kenduri.
Jenis perasapan dibedakan oleh sebab ukuran dan bahannya, antara lain sebagai berikut;
1. Pórasapan godang (perasapan besar); pórasapan kocik (perasapan kecil); pórasapan mónongah (perasapan ukuran sedang).
2. Pórasapan tanah; terbuat dari gerabah, terbuat dari tanah teló (tanah untuk gerabah).
3. Pórasapan dada (dadar); berbentuk seperti talam, biasanya terbuat dari upih pinang atau anyaman
4. Pórasapan bolangu; berbentuk seperti belanga.
5. Pórasapan bókaki; jenis wadah perasapan berkaki di bawahnya. Ada yang berkaki satu, berkaki tiga dan berkaki empat.
6. Pórasapan pósogi; perasapan yang berbentuk persegi, misalnya persapan yang dibuat dari daun pisang, upih pinang, atau papan.
Saat ini, karena sudah banyak pilihan harum-haruman instan dan murah pula harganya, maka tradisi berasap-asap menggunakan perasapan, kemenyan, dan setanggi mulai ditinggalkan. Persoalan muncul di kalangan bangsa Melayu yang Islam. Karena lemahnya pengetahuan sejarah asal-usul perasapan, fungsi kemenyan dan setanggi di masa lalu, maka sebagian 'ulama muda' terlampau berambisi mengharamkan perasapan dan pengasapan dengan kemenyan. Al hasil, harum kemenyan itu jadi berubah lalu dianggap busuk. Apabila ditilik sejarah kemenyan, setanggi dan perasapan di Tanah Arab atau di Makah al-Mukarromah pada masa Rosulullah SAW, maka tuduhan miring terhadap perasapan dan kemenyan berikut setanggi itu tidak akan ada lagi. Al-Imam Syafi'i (dalam kitab al-Umm) membenarkan penggunaan perasapan saat penyelanggaraan jenazah, meski melarang membawa perasapan itu sampai ke kuburan. Artinya, sangatlah difahami bahwa fungsi perasapan di masa itu adalah untuk pengharum ruangan, dan khusus saat penyelenggaraan jenazah berguna agar aroma mayat tidak terlalu terasa di hidung hadirin. Sampai hari ini, di dalam Ka'bah masih digantungkan beberapa pralatan perasapan kuno, dan itu menunjukkan bahwa pengasapan, perasapan, kemenyan, setanggi bukan hal yang layak diharamkan disebabkan alasan fungsinya sangat jelas (profan).
Comments
Post a Comment